Langsung ke konten utama

Renungan Lampu Jalan

Mendengarkan kisah yang diceritakan oleh mamahnya adalah kebiasaan Yusuf setiap malam sebelum tidur. Kebiasaan ini ia lakukan sejak ia berumur satu tahun dan sekarang umurnya sudah menginjak lima tahun. 

Hari ini adalah hari Senin. Hari yang melelahkan untuk Yusuf, karena ia harus sekolah dan belajar mengaji di madrasah. Ia sangat semangat kalau sudah ketemu teman-temannya. Jadi, walaupun seharian ia belajar di sekolah tapi ga kerasa kalau lagi belajar.
Tak terasa bulan sudah mulai sempurna memancarkan sinarnya. itu artinya, ini adalah waktunya Yusuf untuk tidur.
“Yusuf” panggil mamah
“iya mah” jawab Yusuf
“sini sayang” kata mamah
(Yusuf mendekat ke mamah)
“Yusuf sayang, lihat sekarang jam berapa?” (sambil mengelus rambut Yusuf)
“jam 9 malam mah”
“nah, sudah waktunya kamu tidur ya nak. Sekarang matikan tvnya terus Yusuf cuci tangan dan kaki Yusuf lalu tidur ya nak”
“iya mah. Mah pengen cerita apa sekarang?”
“rahasia. Yusuf kerjakan dulu permintaan mamah tadi”
“baik mah”
Beberapa menit kemudian, setelah Yusuf sudah selesai mencuci tangan dan kakinya. Yusuf pergi ke kamar tidur dan berbaring. Mamahnyapun mulai bercerita. Kisah ini berjudul Renungan Lampu Jalan
“Pada suatu hari saat malam tiba, terlihat lampu jalan yang tidak menyala. Sang lampu terlihat murung.
Kemudian di sebelahnya terdapat sebuah pohon manga yang sejak pagi sudah memperhatikan sang lampu. Kemudian pohon manggapun bertanya kepada lampu.
Pohon : Lampu, kenapa si kamu keliatannya murung terus seharian ini?
Lampu : aku sedih Hon
Pohon : sedih kenapa kamu Pu? sedih karena kamu udah ga bisa nyala lagi dan mau digantiin sama yang baru?
Lampu : bukan itu Hon
Pohon : terus apa dong? Ga enak tau liat kamu mukanya murung terus seharian, kan aku jadinya ga ada temen bercanda
Lampu : aku tuh sedih, kenapa pemilik aku ga gantiin aku sama lampu yang baru
Pohon : loh kamu mah aneh Pu, harusnya kamu seneng dong ga ada yang gantiin posisi kamu disitu
Lampu : ngapain aku masih di sini kalau aku ga berguna buat orang-orang yang lewat di jalan ini pada malam hari Hon. Mending aku digantiin sama yang baru. Jadi, akupun seneng ngeliat orang-orang yang mau ke masjid, orang yang mau ke pasar, dan lain-lain yang lewat sini bisa lewat dengan aman dan nyaman tanpa harus buru-buru karena gelap.
Pohon : hmm, tapi kenapa ya pemilik kamu tidak mengganti kamu sama yang baru?
Lampu : aku gatau Hon, mungkin dia sedang tidak punya uang, atau belum ada waktu. Tapi udah sebulan lamanya aku ga diganti-ganti Hon. Dan yang bikin aku tambah sedih lagi, teman-teman lampu jalanku yg lain juga sudah mati dan belum digantikan juga. Jadi kan sepanjang jalan ini gelap Hon. Padahal setiap subuh ada yang mau ke masjid dan ada yang sudah mulai pergi ke pasar. Kalau aku jadi manusia ya Hon, aku mau kasih lampu yang paling terang buat dipinggir jalan, supaya aku bisa memudahkan orang-orang yang mau beribadah atau beraktivitas di malam hari.
Pohon : yasudahlah Pu, kita berdoa aja ya semoga pemilik kamu cepat diberi kesadaran buat gantiin lampu jalan.
Percakapan merekapun berakhir dan lampu pun tetap murung.
Nah, Yusuf jadi kelak kamu kalau udah gede dan kamu punya rumah dipinggir jalan tempat orang banyak yang lewat. Kamu jangan lupa untuk membeli lampu ya untuk menerangi jalan. Sebagai manusia, kita harus saling membantu dalam kebaikan ya nak."
"Iya mah"
"Yasudah sekarang kamu tidur ya sudah malam"
(Sang ibu menyelimuti Yusuf dengan selimut dan mematikan lampu. Kemudian menutup pintu kamar Yusuf)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kontribusiku Untuk Indonesia

Nur Septiani Wulandari adalah nama yang orang tua saya berikan untuk saya. Saya lahir di Pandeglang pada 16 September 1997. Saya memiliki satu kakak perempuan yang paling saya cintai dan dua orang adik laki-laki yang paling saya sayangi. Menjadi seorang mahasiswa PGSD di UPI Kampus Tasikmalaya mengajak saya untuk terus berkarya dalam bidang pendidikan. Di kampus inilah saya menemukan diri saya, saya menemukan ruang nyaman saya bergerak dan berkarya. Jika ditanya mengenai kontribusi apa yang saya lakukan untuk Indonesia? Jawaban yang sudah pasti adalah saya selalu belajar untuk bisa berkarya untuk Indonesia. Saat saya duduk di bangku SD, saya mulai mengenal tarian tradisional khas Cirebon yaitu tari topeng. Saya mulai tertarik dan mementaskannya di beberapa acara. Selain itu saya juga mulai tertarik dengan sastra puisi, lebih tepatnya dalam membaca puisi. Saya mulai mendalami teknik-teknik membaca puisi dan mencari pengalaman melalui lomba-lomba membaca puisi. Saya mulai menemukan
Anak Kita Pergi Mengejar Layang-Layang Seorang pria duduk di kursi rotan dengan menumpangkan kaki kanan di atas kaki kirinya. Tangannya memegang secarik kertas yang berisi deretan kata-kata fakta dan opini, terkadang juga ada iklan perumahan atau lowongan pekerjaan. Ditemani teh hangat racikan kekasihnya. Bola mata pria itu berjalan ke kanan dan ke kiri, terkadang dahinya ikut mengerenyut, terkadang bibirnya sedikit tersenyum, dan tak jarang ekspresinya sangat datar. Setelah beberapa menit, akhirnya ia berbicara. "Sayang." "Iya." "Anak kita sedang apa?" "Sedang main layang-layang." "Matahari baru terbangun, ia sudah bermain layang-layang?" "Iya." Pria itu terdiam lagi, kembali bermesraan dengan kertas-kertas beritanya. *** Sekitar pukul sepuluh pagi, pria itu akan pergi ke kebun. Pria itu hanya mengenakan kaos oblong dengan celana kolor yang tidak penuh menutupi lututnya, di lehernya menggantung
Suara? Hujan Sore Itu Kala itu, ketika rintik hujan membasahi bumi. Terdengar rintihan suara lembut di sudut ruangan itu. Aku pun terbangun dari lamunanku. Mulai kuperhatikan sumber suara itu. Siapakah gerangan? Sorot mataku semakin tajam, daun telingaku semakin peka, dan kakiku mulai melangkah. Perlahan, aku dekati sumber suara itu.  Langkahku semakin mendekat, namun suara itu semakin jauh.  Tiba-tiba…byar. Langkahku terhenti karena seruan Ayahku. “Nak, sedang apa kamu di sana? Daritadi ayah tidak mendengar suaramu.” ucap Ayah.  “Oh… Emm… Enggak apa-apa Ayah.” jawabku.  Saat itu, memang hanya ada aku, Ayah, dan Kakak di rumah. Ayah sedang membaca Koran di ruang keluarga ; Kakak sedang tidur di kamarnya ; Ibu di rumah tetangga mengikuti pengajian.  Setelah mengecek keadaanku, Ayah kembali membaca koran dan sedikit menyeruput kopi hangat buatan Ibu. Aku kembali dalam lamunan, terjerat dalam rasa penasaran. Suara siapa tadi? Suara itu menghilang seketika, saat Ayah meman