Langsung ke konten utama

Kontribusiku Untuk Indonesia


Nur Septiani Wulandari adalah nama yang orang tua saya berikan untuk saya. Saya lahir di Pandeglang pada 16 September 1997. Saya memiliki satu kakak perempuan yang paling saya cintai dan dua orang adik laki-laki yang paling saya sayangi. Menjadi seorang mahasiswa PGSD di UPI Kampus Tasikmalaya mengajak saya untuk terus berkarya dalam bidang pendidikan. Di kampus inilah saya menemukan diri saya, saya menemukan ruang nyaman saya bergerak dan berkarya.
Jika ditanya mengenai kontribusi apa yang saya lakukan untuk Indonesia? Jawaban yang sudah pasti adalah saya selalu belajar untuk bisa berkarya untuk Indonesia. Saat saya duduk di bangku SD, saya mulai mengenal tarian tradisional khas Cirebon yaitu tari topeng. Saya mulai tertarik dan mementaskannya di beberapa acara. Selain itu saya juga mulai tertarik dengan sastra puisi, lebih tepatnya dalam membaca puisi. Saya mulai mendalami teknik-teknik membaca puisi dan mencari pengalaman melalui lomba-lomba membaca puisi. Saya mulai menemukan titik nyaman saya membaca puisi saat saya duduk di bangku SMP. Ada seorang guru yang mendorong saya dan mendukung bakat saya di bidang puisi sampai akhirnya saya bisa mendapatkan juara III lomba membaca puisi se-wilayah 3 Cirebon. Menginjak jenjang pendidikan yang lebih tinggi tepatnya saya berada di SMK Negeri 1 Kedawung di jurusan akuntansi saya lebih semangat lagi mengembangkan bakat saya di bidang membaca puisi dan menari tradisional. Saya dipercaya oleh teman-teman untuk mewakili kelas dalam lomba membaca puisi di sekolah serta dipercaya oleh guru bahasa Sunda saya untuk mengikuti lomba membaca puisi sunda se-wilayah 3 dan saya menduduki peringkat ke-5. Di bidang tari tradisional saya dipercaya untuk menjadi pelatih teman-teman saya dalam mempersiapkan pagelaran seni. Saat itupun saya mulai mengenal pelatih di sanggar dan saya tertarik untuk mengikuti latihan wayang wong. Saya dipercaya untuk menjadi salah satu pemain di lomba pementasan wayang wong antar grup se-kota Cirebon. Grup saya berhasil memenangkan pementasan itu. Saya senang sekali bisa mengembangkan bakat saya, bukan karena ingin sebuah pujian tapi saya senang saya bisa mengenalkan budaya Indonesia melalui bakat saya dan saya senang saya bisa menyampaikan amanat-amanat indah bermakna sang penyair pada saat saya membaca puisi.
Saat menginjak bangku kuliah saya masih berkutik di dunia seni, karena saya masih ingin mengenalkan budaya Indonesia dan amanat-amanat yang indah bermakna dalam rangkaian sebuah karya seni. Saya mengikuti UKM Aksara (Area Komunitas Seni Sastra) karena saya ingin mendalami dunia sastra. Saya belajar banyak di UKM Aksara, saya mulai bisa membuat puisi, dan lebih bisa mengembangkan bakat saya di dalam membaca puisi. Saya tampil di beberapa acara kampus dan acara luar kampus yaitu “Nyawang Bulan” yang diadakan oleh Sanggar Seni Tasikmalaya (SST). Sayapun diberi kepercayaan untuk mengikuti lomba membaca puisi yang diselenggarakan SST tingkat Jawa Barat dan mendapatkan juara harapan II. Selain itu saya belajar menulis puisi dan Insya Allah salah satu puisi saya akan diterbitkan dalam buku Antologi Puisi Aksara. Kemudian di acara angkatan yaitu Cafe part 2 yang berisi drama tari saya dipercaya untuk menjadi tokoh utama membawakan beberapa tarian tradisional dan tarian “kaulinan barudak”, lagi-lagi yang membuat saya semangat adalah saya ingin mengenalkan kekayaan budaya Indonesia kepada calon murid-muriku kelak yaitu anak SD. Di bidang kependidikan saya mulai berkarya untuk membuat sebuah inovasi media pembelajaran dalam lomba PPDN 2017 di Universitas Muhammadiyah Purwokerto, namun saya baru berhasil menjadi finalis. Untuk bidang pengabdian saya berkontribusi dalam pelatihan guru dan siswa SD yang diselenggarakan oleh laboratorium PGSD UPI Kampus Tasikmalaya. selain itu sayapun menjadi pernah menjadi mentor di acara program tutorial pendidikan agama islam MKDU UPI kampus Tasikmalaya, di sinilah saya bisa saling berbagi dan mengingatkan perkara akhirat dan mulai dari sini jugalah saya mendapatkan sebuah perubahan dalam hidup saya. Alhamdulillah Allah mudahkan saya untuk kembali ke jalannya, saya mulai merubah penampilan saya. Saya tidak lagi mengikuti pelatihan tari ataupun musik. Tapi saya akan tetap berkarya untuk bangsa melalui tulisan-tulisan saya dan pengabdian saya kelak sebagai seorang guru. Sesuai dengan motto UPI yaitu Ilmiah, Edukatif, dan Religius. Saya ingin kelak ketika saya sudah lulus sebagai predikat sarjana pendidikan yang lebih tepatnya adalah sarjana pendidikan sekolah dasar saya ingin menerapkan motto itu ketika saya mengajarkan anak bangsa. Dengan semua pengalaman-pengalaman yang saya miliki saya menjadi seorang guru profesional yang bisa mencerdaskan anak bangsa beserta adik-adik saya tercinta. Sayapun memiliki mimpi membuat sebuah “ririungan” untuk anak yang tidak mampu sekolah karena kurangnya biaya supaya mereka bisa merasakan pendidikan yang layak dan supaya mereka bisa merasakan indahnya berkarya seperti yang saya alami. Dengan begitu orang tua saya akan bangga karena saya mengamalkan ilmu saya selama saya mengenyam pendidikan.

  

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Anak Kita Pergi Mengejar Layang-Layang Seorang pria duduk di kursi rotan dengan menumpangkan kaki kanan di atas kaki kirinya. Tangannya memegang secarik kertas yang berisi deretan kata-kata fakta dan opini, terkadang juga ada iklan perumahan atau lowongan pekerjaan. Ditemani teh hangat racikan kekasihnya. Bola mata pria itu berjalan ke kanan dan ke kiri, terkadang dahinya ikut mengerenyut, terkadang bibirnya sedikit tersenyum, dan tak jarang ekspresinya sangat datar. Setelah beberapa menit, akhirnya ia berbicara. "Sayang." "Iya." "Anak kita sedang apa?" "Sedang main layang-layang." "Matahari baru terbangun, ia sudah bermain layang-layang?" "Iya." Pria itu terdiam lagi, kembali bermesraan dengan kertas-kertas beritanya. *** Sekitar pukul sepuluh pagi, pria itu akan pergi ke kebun. Pria itu hanya mengenakan kaos oblong dengan celana kolor yang tidak penuh menutupi lututnya, di lehernya menggantung
Suara? Hujan Sore Itu Kala itu, ketika rintik hujan membasahi bumi. Terdengar rintihan suara lembut di sudut ruangan itu. Aku pun terbangun dari lamunanku. Mulai kuperhatikan sumber suara itu. Siapakah gerangan? Sorot mataku semakin tajam, daun telingaku semakin peka, dan kakiku mulai melangkah. Perlahan, aku dekati sumber suara itu.  Langkahku semakin mendekat, namun suara itu semakin jauh.  Tiba-tiba…byar. Langkahku terhenti karena seruan Ayahku. “Nak, sedang apa kamu di sana? Daritadi ayah tidak mendengar suaramu.” ucap Ayah.  “Oh… Emm… Enggak apa-apa Ayah.” jawabku.  Saat itu, memang hanya ada aku, Ayah, dan Kakak di rumah. Ayah sedang membaca Koran di ruang keluarga ; Kakak sedang tidur di kamarnya ; Ibu di rumah tetangga mengikuti pengajian.  Setelah mengecek keadaanku, Ayah kembali membaca koran dan sedikit menyeruput kopi hangat buatan Ibu. Aku kembali dalam lamunan, terjerat dalam rasa penasaran. Suara siapa tadi? Suara itu menghilang seketika, saat Ayah meman