Langsung ke konten utama

Mimpi Diantara Mimpi
Ketika pagi menarik sang fajar tuk membentangkan keindahannya. Aku baru terbangun dari mimpiku. Mimpi seperti bukan mimpi, mimpi yang ada dalam mimpi, atau mimpi sang pembuat mimpi. 
Entahlah, aku lelah memikirkan mimpi serta mimpi yang menggelayut dalam pikiranku. 
Yang menjadi pertanyaan ku sekarang, mengapa ketika ku terbangun, aku sudah memegang tiga kotak hitam. Satu di tangan kananku, satu di tangan kiriku, dan satu lagi di atas kepalaku. Dari manakah datangnya kotak itu? Apakah itu mimpi? Atau aku masih dalam mimpi?. 

***

Aku mulai beranjak dari tempat tidurku dan pergi mencuci mukaku. Sembari ku lihat sekitar apakah aku masih dalam mimpi?.
Setelah beberapa menit mengawasi setiap kejadian di sekitar ku. Akupun mulai yakin ini bukanlah mimpi. 
Aku memulai aktivitas seperti  biasa dimulai dari membereskan kamar tidurku. 
Ketika itu mataku kembali menatap tiga kotak itu. Seperti ada aura yang memanggilku untuk memegang kotak itu. 
Perlahan aku mendekat. Selangkah...
Duaaa langkah...
kemudian tanganku mulai menggapai salah satu dari kotak itu.
Dan aku terkejut bukan main. Kotak itu berubah warna menjadi kelabu sambil memancarkan sinar yang menyilaukan mata. 
Tubuhku terlempar.
Gubraakk... Semua buku-buku ku jatuh tersenggol badanku. Seketika suasana menjadi sepi. Hanya ada aku dan kotak-kotak itu. 

***

Aku panik bukan main. Namun, tubuhku masih kaku tak bergerak sedikitpun. 
Aku kembali menatap kotak itu.Sembari bertanya, dimana saya? Kenapa sepi? Pada kemana orang-orang? Sebenarnya apa kotak itu?. 
Tiba-tiba ketika pikiran sedang melayang entah kemana, kotak yang sudah ganti warna menjadi kelabu itu bergerak mendekatiku. 
Srek...
Srek...
Kotak itu semakin mendekat. Tubuhku mulai dipenuhi keringat ketakutan. 
Srek...
Srek...
Gubrak...
Aaaaaaaaaa (teriakku)

***

"Sayang, sayang bangun" (ibu membangunkan ku)
"Aaa" (aku berteriak dan spontan tubuhku terbangun sambil menepis tangan ibu)
"Kamu kenapa nak?"
"Maaf bu, aku kira itu bukan tangan ibu"
"Kamu mimpi buruk ya"
"iya bu"
"Udah sekarang bangun, cuci muka, biar ga pucet lagi muka kamu. Ibu siapkan sarapan dulu ya"
"Iya bu"

Aku masih terdiam di kasur dan berpikir sebenarnya ada maksud apa dibalik kotak-kotak itu?. aku mulai beranjak dari tempat tidur dan pergi cuci muka. Ketika melewati pintu tak sengaja aku melihat catatan di tembok tentang capaian-capaian. Dan tiba-tiba tulisan-tulisan itu bersinar. Namun yang bersinar hanya tiga, dan satu diantaranya berubah menjadi kelabu. Aku langsung mengedipkan mata dan menyadarkan diriku. Aku langsung lari ke dapur dan pergi cuci muka.

Tamat 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kontribusiku Untuk Indonesia

Nur Septiani Wulandari adalah nama yang orang tua saya berikan untuk saya. Saya lahir di Pandeglang pada 16 September 1997. Saya memiliki satu kakak perempuan yang paling saya cintai dan dua orang adik laki-laki yang paling saya sayangi. Menjadi seorang mahasiswa PGSD di UPI Kampus Tasikmalaya mengajak saya untuk terus berkarya dalam bidang pendidikan. Di kampus inilah saya menemukan diri saya, saya menemukan ruang nyaman saya bergerak dan berkarya. Jika ditanya mengenai kontribusi apa yang saya lakukan untuk Indonesia? Jawaban yang sudah pasti adalah saya selalu belajar untuk bisa berkarya untuk Indonesia. Saat saya duduk di bangku SD, saya mulai mengenal tarian tradisional khas Cirebon yaitu tari topeng. Saya mulai tertarik dan mementaskannya di beberapa acara. Selain itu saya juga mulai tertarik dengan sastra puisi, lebih tepatnya dalam membaca puisi. Saya mulai mendalami teknik-teknik membaca puisi dan mencari pengalaman melalui lomba-lomba membaca puisi. Saya mulai menemukan
Anak Kita Pergi Mengejar Layang-Layang Seorang pria duduk di kursi rotan dengan menumpangkan kaki kanan di atas kaki kirinya. Tangannya memegang secarik kertas yang berisi deretan kata-kata fakta dan opini, terkadang juga ada iklan perumahan atau lowongan pekerjaan. Ditemani teh hangat racikan kekasihnya. Bola mata pria itu berjalan ke kanan dan ke kiri, terkadang dahinya ikut mengerenyut, terkadang bibirnya sedikit tersenyum, dan tak jarang ekspresinya sangat datar. Setelah beberapa menit, akhirnya ia berbicara. "Sayang." "Iya." "Anak kita sedang apa?" "Sedang main layang-layang." "Matahari baru terbangun, ia sudah bermain layang-layang?" "Iya." Pria itu terdiam lagi, kembali bermesraan dengan kertas-kertas beritanya. *** Sekitar pukul sepuluh pagi, pria itu akan pergi ke kebun. Pria itu hanya mengenakan kaos oblong dengan celana kolor yang tidak penuh menutupi lututnya, di lehernya menggantung
Suara? Hujan Sore Itu Kala itu, ketika rintik hujan membasahi bumi. Terdengar rintihan suara lembut di sudut ruangan itu. Aku pun terbangun dari lamunanku. Mulai kuperhatikan sumber suara itu. Siapakah gerangan? Sorot mataku semakin tajam, daun telingaku semakin peka, dan kakiku mulai melangkah. Perlahan, aku dekati sumber suara itu.  Langkahku semakin mendekat, namun suara itu semakin jauh.  Tiba-tiba…byar. Langkahku terhenti karena seruan Ayahku. “Nak, sedang apa kamu di sana? Daritadi ayah tidak mendengar suaramu.” ucap Ayah.  “Oh… Emm… Enggak apa-apa Ayah.” jawabku.  Saat itu, memang hanya ada aku, Ayah, dan Kakak di rumah. Ayah sedang membaca Koran di ruang keluarga ; Kakak sedang tidur di kamarnya ; Ibu di rumah tetangga mengikuti pengajian.  Setelah mengecek keadaanku, Ayah kembali membaca koran dan sedikit menyeruput kopi hangat buatan Ibu. Aku kembali dalam lamunan, terjerat dalam rasa penasaran. Suara siapa tadi? Suara itu menghilang seketika, saat Ayah meman