Langsung ke konten utama
Metafor Kehidupan
NSW (Chandra Kirana)
Malam sunyi nan menyejukkan
Membawa tubuh ini terbaring bersama selimut rembulan
Ditemani indahnya cahaya bintang
Membuat mata kembali terbuka
Menikmati karya-karya Sang Pemilik Alam

Angin terus mengiringi kesejukan malam
Memaksa pikiran terus melayang jauh menyentuh kenangan
Seolah awan menggambarkan semua kejadian-kejadian waktu
Membawa khayal ikut merangkai sebuah kisah perjuangan

Ketika malam terus larut
Dingin semakin menusuk ke dalam tulang
Namun khayal  terus berjalan
Menyusuri setiap kejadian alam
Walau hujan mengguyur membasahi tubuh

Sementara sang surya mulai terbit
Menggantikan kesunyian menjadi ramainya aktivitas alam
Senda gurau dan gelak tawa terdengar jelas dalam gendang telinga
Sepasang kaki mulai berjalan memaknai setiap langkah

Terlihat sebuah kepongpong pada daun hijau kuning
Bekerja dan bekerja untuk sebuah perubahan
Berhari-hari menunggu sayap-sayap indah
Tuk memamerkan hasil keringatnya



Apakah itu sebuah capaian?
Apakah itu sebuah kehidupan?
Hati bertanya pada diri dan Tuhannya

Lalu hati membawa kaki terus berjalan
Selangkah, dua langkah, tiga langkah
Terhenti
Ada apakah gerangan?

Ranting pohon melambaikan daun-daun
Bersama semilir angin melewati setiap bulu-bulu leher
Dan surung-burung berkicau saling saut menyaut
Seperti alam sedang memainkan kemurnian musiknya

Tak ada gitar dan suling
Namun mampu membuka hati ikut menikmati alunannya
Membuat tubuh kaku mampu menari bersama pelangi

Tersadar hari mulai siang
Namun tangan-tangan ini belum mulai bekerja
Kembali menoleh ke belakang
Membuat kepala tertunduk lesu tak berdaya

Seperti inilah kehidupan duniawi
Terlena dengan nikmatnya hasil-hasil alam
Sedangkan diri belum melakukan apapun untuknya
Kegagalan di tahun-tahun lalu membuat diri semakin terpuruk


Mengapa tidak?
Ketika malam berganti siang
Bulan bergulir menarik matahari tuk temani siang
Diiringi tetesan hujan
Untuk bermain bersama tanah dan air 

Harapan masih tetep ada di setiap langkah kehidupan
Biarkanlah tahun berganti dengan tahun
Bulan berganti dengan bulan
Dan hari berganti bersama jam, menit, dan detik

Mulailah membuat tanah-tanah kering menjadi kesuburan
Dengan sayur dan buah-buahan
Bersama keringat dan lelah
Berjuang terus berjuang!

Mencapai semua catatan kehidupan
Di setiap lembaran daun-daun mimpi
Berhasil atau gagal
Biarlah keringat dan lelah akan menjawab itu bersama waktu

10 Januari 2018 pukul 04.02 WIB

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suara? Hujan Sore Itu Kala itu, ketika rintik hujan membasahi bumi. Terdengar rintihan suara lembut di sudut ruangan itu. Aku pun terbangun dari lamunanku. Mulai kuperhatikan sumber suara itu. Siapakah gerangan? Sorot mataku semakin tajam, daun telingaku semakin peka, dan kakiku mulai melangkah. Perlahan, aku dekati sumber suara itu.  Langkahku semakin mendekat, namun suara itu semakin jauh.  Tiba-tiba…byar. Langkahku terhenti karena seruan Ayahku. “Nak, sedang apa kamu di sana? Daritadi ayah tidak mendengar suaramu.” ucap Ayah.  “Oh… Emm… Enggak apa-apa Ayah.” jawabku.  Saat itu, memang hanya ada aku, Ayah, dan Kakak di rumah. Ayah sedang membaca Koran di ruang keluarga ; Kakak sedang tidur di kamarnya ; Ibu di rumah tetangga mengikuti pengajian.  Setelah mengecek keadaanku, Ayah kembali membaca koran dan sedikit menyeruput kopi hangat buatan Ibu. Aku kembali dalam lamunan, terjerat dalam rasa penasaran. Suara siapa tadi? Suara itu menghilang s...
Anak Tangga Nur Septiani Wulandari Inginku menghancurkan dunia. Ya, dunia. Dunia dalam penaku. Apa kau pikir aku bisa menghancurkan dunia? Hah (mendengus kesal). Bukan aku yang menghancurkan dunia, tapi seonggok kecil ego mereka yang menghancurkn duniaku. Malam ini bulan tak purnama. Apakah kau melihat? Perhatikan! Apakah bulan itu mendengus? Atau hancur berkeping-keping? Kurasa tidak. Bulan itu hanya menutupi sebagian cahayanya saja. Esok atau tulat atau tubin mungkin bulan pasti kembali bulat atau bahkan menghilang ditelan kegelapan malam. Siapa yang tau hari esok? Kau tidak akan bisa memprediksinya. Malam ini juga, aku termenung di sudut keramaian. Tersisihkan hampir tak terlihat. Seperti sebagian cahaya bulan yang menghilang itu. Apa kau sadar? Aku di sini memperhatikan kau. Menunggu kau menoleh sedikit pada dinding-dinding angin malam. Mulut ini bergetar, bukan karena udara dingin yang menerjang wajah mungilku. Namun, banyak sekali kisah-kisah telah termakan oleh...
Mimpi Diantara Mimpi Ketika pagi menarik sang fajar tuk membentangkan keindahannya. Aku baru terbangun dari mimpiku. Mimpi seperti bukan mimpi, mimpi yang ada dalam mimpi, atau mimpi sang pembuat mimpi.  Entahlah, aku lelah memikirkan mimpi serta mimpi yang menggelayut dalam pikiranku.  Yang menjadi pertanyaan ku sekarang, mengapa ketika ku terbangun, aku sudah memegang tiga kotak hitam. Satu di tangan kananku, satu di tangan kiriku, dan satu lagi di atas kepalaku. Dari manakah datangnya kotak itu? Apakah itu mimpi? Atau aku masih dalam mimpi?.  *** Aku mulai beranjak dari tempat tidurku dan pergi mencuci mukaku. Sembari ku lihat sekitar apakah aku masih dalam mimpi?. Setelah beberapa menit mengawasi setiap kejadian di sekitar ku. Akupun mulai yakin ini bukanlah mimpi.  Aku memulai aktivitas seperti  biasa dimulai dari membereskan kamar tidurku.  Ketika itu mataku kembali menatap tiga kotak itu. Seperti ada aura yang memanggilku untu...