Langsung ke konten utama

Asyiknya Menulis
Hai sobat, aku Talita. Panggil aja aku Lita. Hobi aku membaca dan menulis. Semua buku-buku temen aku sudah aku pinjam untuk dibaca. Mungkin temanku bosan aku minjem buku terus hehe. Selain itu, semua yang ada dipikiran aku pasti deh aku tulis. Nah ini alesannya aku bisa nyebut kalau hobi aku nulis.
Suatu sore aku lagi duduk di taman kampus, biasa lagi nyari inspirasi. Aku orangnya suka menyendiri di tempat yang hening kalau lagi ga ada kerjaan. Aku lagi nulis-nulis konsep puisi yang mau aku bikin buat dikirim ke panitia lomba. Tiba-tiba ada temanku lewat, namanya Bianca. Dia salah satu teman deket aku.
“Lita” sapa temanku
“Hai, Bian” jawabku
“Lagi apa kamu? Sendirian aja” tanya Bian (sambil berjalan mendekatiku dan duduk di sebelahku)
“Biasalah, kamu kayak gatau aku aja Bi”
“Haha, iya Ms. Alone, kamu mah sukanya sendirian aja, ngapain si?”
“Nyari inspirasi Bi, aku mau ikut lomba menulis puisi”
“Oh..”
“Heem”
“Eh Lita, kamu kenapa si suka banget nulis? Ditambah suka menyendiri lagi, kan aku serem jadinya mau deketin kamu tapi kamu lagi sendirian plus serius amat lagi sambil liat atas, bawah, kanan, kiri, semuanya ditatap sama kamu. Kamu tuh kalau lagi sendirian kayak lagi nyari semut di atas awan, di bawah tanah, di samping kanan, dan kiri kamu tapi semutnya kayak ga ketemu-ketemu.”
“Haha kamu mah ada ada aja Bian, kamu belum ngerasain si gimana rasanya nulis, jadi ngeliat aku kayak orang aneh gitu deh”
“Emang asik banget ya sampe-sampe kamu kalau tiap nyari inspirasi pasti kayak orang aneh gitu”
“Bi, kamu tau ga? Kalau aku lagi nulis itu, aku ngerasa semua perasaan aku keluar semua, lega banget rasanya. Terus kalau aku lagi nyari inspirasi nih ya yang kata kamu aneh, itu aku ngerasa seperti semua benda mati dan benda hidup di sekitar aku itu ikut berkomunikasi sama aku, mereka semua menawarkan inspirasi-inspirasi ke otak aku.”
“Kedengerannya seru sih, hmm”
“Terus nih ya kamu kalau nulis sastra seperti cerpen, puisi, dan lain-lain nanti tulisan kamu itu seperti memiliki kekuatan magic loh, jadi kata-kata yang kamu tulis itu seperti mengandung mantra. Keren kan Bi”
“Kok lama-lama aku jadi merinding ya dengernya, berasa horor”
“Ih kamu jangan mikir yang macem-macem Bi. Ga ada setan-setanan kok, aku ga pake ilmu hitam Bi, apalagi pake susuk”
“Haha Lita… Lita… kamu bisa bercanda juga, padahal tadi lagi serius banget”
“Hidup jangan dibawa serius terus Bi hehe. Oh ya nih Bi pernah denger ga kata-kata yang pernah diucapkan sama Ali bin Abi Thalib ra tentang menulis?”
“Engga Ta, emang gimana kata-katanya?”
“Aku pernah baca ya kalau Ali bin Abi Thalib ra itu mengatakan “Ikatlah ilmu dengan menulis”, nah artinya kita bisa mempatenkan ilmu apa saja yang sudah kita dapat dengan cara menulis Bi, supaya bisa bermanfaat untuk orang lain dan kita akan dikenal oleh sejarah karena pernah menggoreskan tinta yang bermakna Bi. Semenjak denger kata-kata itu aku makin semangat nulis Bi, aku pengen aku dikenal dengan karyaku, karyaku yang bukan hanya sekedar karya tapi karya yang punya banyak maslahat untuk orang lain Bi”
“Wah, sahabatku ini bener-bener pemikirannya luas banget”
“Haha biasa ajalah Bi, kamu juga punya kelebihan kok, kamu kan atlet Nasional”
“Hahaha” tertawa bersama
Nah, sobat jangan ragu buat nulis ya, gausah takut, nulis tuh asyik banget loh. Sobat bisa memulainya dengan menuangkan semua perasaan ke dalam bahasa tulis, nantii juga akan terlatih dengan sendirinya sobat. Semangat Nulis Sobat!

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kontribusiku Untuk Indonesia

Nur Septiani Wulandari adalah nama yang orang tua saya berikan untuk saya. Saya lahir di Pandeglang pada 16 September 1997. Saya memiliki satu kakak perempuan yang paling saya cintai dan dua orang adik laki-laki yang paling saya sayangi. Menjadi seorang mahasiswa PGSD di UPI Kampus Tasikmalaya mengajak saya untuk terus berkarya dalam bidang pendidikan. Di kampus inilah saya menemukan diri saya, saya menemukan ruang nyaman saya bergerak dan berkarya. Jika ditanya mengenai kontribusi apa yang saya lakukan untuk Indonesia? Jawaban yang sudah pasti adalah saya selalu belajar untuk bisa berkarya untuk Indonesia. Saat saya duduk di bangku SD, saya mulai mengenal tarian tradisional khas Cirebon yaitu tari topeng. Saya mulai tertarik dan mementaskannya di beberapa acara. Selain itu saya juga mulai tertarik dengan sastra puisi, lebih tepatnya dalam membaca puisi. Saya mulai mendalami teknik-teknik membaca puisi dan mencari pengalaman melalui lomba-lomba membaca puisi. Saya mulai menemukan
Anak Kita Pergi Mengejar Layang-Layang Seorang pria duduk di kursi rotan dengan menumpangkan kaki kanan di atas kaki kirinya. Tangannya memegang secarik kertas yang berisi deretan kata-kata fakta dan opini, terkadang juga ada iklan perumahan atau lowongan pekerjaan. Ditemani teh hangat racikan kekasihnya. Bola mata pria itu berjalan ke kanan dan ke kiri, terkadang dahinya ikut mengerenyut, terkadang bibirnya sedikit tersenyum, dan tak jarang ekspresinya sangat datar. Setelah beberapa menit, akhirnya ia berbicara. "Sayang." "Iya." "Anak kita sedang apa?" "Sedang main layang-layang." "Matahari baru terbangun, ia sudah bermain layang-layang?" "Iya." Pria itu terdiam lagi, kembali bermesraan dengan kertas-kertas beritanya. *** Sekitar pukul sepuluh pagi, pria itu akan pergi ke kebun. Pria itu hanya mengenakan kaos oblong dengan celana kolor yang tidak penuh menutupi lututnya, di lehernya menggantung
Suara? Hujan Sore Itu Kala itu, ketika rintik hujan membasahi bumi. Terdengar rintihan suara lembut di sudut ruangan itu. Aku pun terbangun dari lamunanku. Mulai kuperhatikan sumber suara itu. Siapakah gerangan? Sorot mataku semakin tajam, daun telingaku semakin peka, dan kakiku mulai melangkah. Perlahan, aku dekati sumber suara itu.  Langkahku semakin mendekat, namun suara itu semakin jauh.  Tiba-tiba…byar. Langkahku terhenti karena seruan Ayahku. “Nak, sedang apa kamu di sana? Daritadi ayah tidak mendengar suaramu.” ucap Ayah.  “Oh… Emm… Enggak apa-apa Ayah.” jawabku.  Saat itu, memang hanya ada aku, Ayah, dan Kakak di rumah. Ayah sedang membaca Koran di ruang keluarga ; Kakak sedang tidur di kamarnya ; Ibu di rumah tetangga mengikuti pengajian.  Setelah mengecek keadaanku, Ayah kembali membaca koran dan sedikit menyeruput kopi hangat buatan Ibu. Aku kembali dalam lamunan, terjerat dalam rasa penasaran. Suara siapa tadi? Suara itu menghilang seketika, saat Ayah meman