Langsung ke konten utama

Tetesan Air Semu

ketika air mataku berjatuhan di pipiku
kaupun takkan tahu
dan kaupun tak ingin tahu bagaimana perasaanku saat ini
kau sudah ada dalam kesombongan dirimu
yang tak pernah memperdulikan sekelilingmu
kau selalu mencaci dan meremehkan orang yang selalu ada untukmu
disaat kau susah
disaat kau jatuh
dan disaat kau senang

aku tak dapat mengucap satu katapun untukmu
sungguh berat mulut dan hatiku untuk jujur padamu
akupun hanya bisa membuata tetesan tetesan air mata untukmu
tapi kau pun tak akanmelihat itu
karena tetesan tetesan itu ada di dalam hatiku

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suara? Hujan Sore Itu Kala itu, ketika rintik hujan membasahi bumi. Terdengar rintihan suara lembut di sudut ruangan itu. Aku pun terbangun dari lamunanku. Mulai kuperhatikan sumber suara itu. Siapakah gerangan? Sorot mataku semakin tajam, daun telingaku semakin peka, dan kakiku mulai melangkah. Perlahan, aku dekati sumber suara itu.  Langkahku semakin mendekat, namun suara itu semakin jauh.  Tiba-tiba…byar. Langkahku terhenti karena seruan Ayahku. “Nak, sedang apa kamu di sana? Daritadi ayah tidak mendengar suaramu.” ucap Ayah.  “Oh… Emm… Enggak apa-apa Ayah.” jawabku.  Saat itu, memang hanya ada aku, Ayah, dan Kakak di rumah. Ayah sedang membaca Koran di ruang keluarga ; Kakak sedang tidur di kamarnya ; Ibu di rumah tetangga mengikuti pengajian.  Setelah mengecek keadaanku, Ayah kembali membaca koran dan sedikit menyeruput kopi hangat buatan Ibu. Aku kembali dalam lamunan, terjerat dalam rasa penasaran. Suara siapa tadi? Suara itu menghilang s...
Anak Tangga Nur Septiani Wulandari Inginku menghancurkan dunia. Ya, dunia. Dunia dalam penaku. Apa kau pikir aku bisa menghancurkan dunia? Hah (mendengus kesal). Bukan aku yang menghancurkan dunia, tapi seonggok kecil ego mereka yang menghancurkn duniaku. Malam ini bulan tak purnama. Apakah kau melihat? Perhatikan! Apakah bulan itu mendengus? Atau hancur berkeping-keping? Kurasa tidak. Bulan itu hanya menutupi sebagian cahayanya saja. Esok atau tulat atau tubin mungkin bulan pasti kembali bulat atau bahkan menghilang ditelan kegelapan malam. Siapa yang tau hari esok? Kau tidak akan bisa memprediksinya. Malam ini juga, aku termenung di sudut keramaian. Tersisihkan hampir tak terlihat. Seperti sebagian cahaya bulan yang menghilang itu. Apa kau sadar? Aku di sini memperhatikan kau. Menunggu kau menoleh sedikit pada dinding-dinding angin malam. Mulut ini bergetar, bukan karena udara dingin yang menerjang wajah mungilku. Namun, banyak sekali kisah-kisah telah termakan oleh...
Mimpi Diantara Mimpi Ketika pagi menarik sang fajar tuk membentangkan keindahannya. Aku baru terbangun dari mimpiku. Mimpi seperti bukan mimpi, mimpi yang ada dalam mimpi, atau mimpi sang pembuat mimpi.  Entahlah, aku lelah memikirkan mimpi serta mimpi yang menggelayut dalam pikiranku.  Yang menjadi pertanyaan ku sekarang, mengapa ketika ku terbangun, aku sudah memegang tiga kotak hitam. Satu di tangan kananku, satu di tangan kiriku, dan satu lagi di atas kepalaku. Dari manakah datangnya kotak itu? Apakah itu mimpi? Atau aku masih dalam mimpi?.  *** Aku mulai beranjak dari tempat tidurku dan pergi mencuci mukaku. Sembari ku lihat sekitar apakah aku masih dalam mimpi?. Setelah beberapa menit mengawasi setiap kejadian di sekitar ku. Akupun mulai yakin ini bukanlah mimpi.  Aku memulai aktivitas seperti  biasa dimulai dari membereskan kamar tidurku.  Ketika itu mataku kembali menatap tiga kotak itu. Seperti ada aura yang memanggilku untu...